Santri Pengawal NKRI
Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebuah bangsa dimana berbagai macam suku, ras, budaya, dan agama berkumpul secara majemuk. Bhineka Tunggal Ika tertanam di dalam jiwa disetiap penduduknya, sehingga rukun dalam berbangsa dan bernegara. Tanpa ada kecemburuan sosial, penindihan hukum dan penindasan hak-hak yang dilandasi perbedaan.
Menurut sejarah, KH. Hasyim Asy’ari melalui pesantren dan Jamiyah Nahdlatul Ulama, melalui resolusi jihad yang beliau utarakan, bahwa “wajib bagi setiap warga Indonesia untuk menjaga NKRI”, menjadi salah seorang tokoh pemantik berkobarnya jiwa santri untuk selalu menjadi garda terdepan dalam mengawal NKRI, juga dari jargon beliau:
حب الوطن من الايمان
“Cinta tanah air merupakan sebagian dari iman”
Mengapa demikian?
Apakah beliau tidak mempersoalkan sistem bangsa Indonesia? Ternyata
tidak, karena tatanan bangsa Indonesia sudah sesuai dengan norma-norma
ajaran Islam. Maka tidaklah mengherankan jika beliau mengeluarkan fatwa
”membela tanah air Indonesia hukumnya wajib.”
Keserasian
Mengenai keserasian tatanan bangsa Indonesia dengan syariat Islam terbukti dari beberapa aspek. Dari penyetaraan kasta sosial dalam bingkai NKRI tanpa memandang perbedaan promodial misalnya. Sejarah mencatat bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah membentuk bangsa di Madinah ketika hijrah, yang tatanannya sama dengan NKRI. Karena dari penduduk Madinah yang konotasinya terdiri dari berbagai macam suku, dan kepercayaan—mereka dapat disatukan melalui tekad dan keinginan yang kuat untuk membangun masa depan yang cerah dan hidup bersama dengan damai di bawah naungan bangsa Madinah. Sesuai butir isi Piagam Madinah yang mengikat perdamaian di antara mereka:
إنهم أمة واحدة من دون الناس
“Sesungguhnya mereka (penduduk Madinah) adalah satu umat, bukan komunitas yang lain.”
وإن يهود بني عوف أمة مع المؤمنين. لليهود دينهم وللمسلمين دينهم. إلا من ظلم وأثم فإنه لا يوتغ إلا نفسه وأهله بيته
“Kaum Yahudi dari Bani Auf adalah satu umat dengan Mukminin. Bagi Yahudi agama mereka, dan bagi orang-orang Muslim agama mereka (kebebasan ini juga berlaku bagi sekutu dan diri mereka sendiri(. Kecuali yang dzalim dan jahat, maka hal itu akan merusak diri dan keluarganya.”
Kesamaan tekad dan cita-cita masyarakat Madinah, membuat mereka bahu-membahu dalam mempertahankan tanah airnya dari serangan pihak luar:
وأن بينهم النصر من ذهب يثرب
“Mereka bahu-membahu dalam menghadapi penyerang kota Yastrib.” (Al-Hidayah wan Nihayah karya Imam Ibn Katsir)
Mengenai bentuk bangsa Indonesia yang berupa Repubik, juga tidak lepas
dari norma-norma ajaran Islam. Republik berasal dari kata ‘re’ yang
berarti kembali dan ‘publik’ bermakna kepentingan umum atau masyarakat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan fundamental pembentukan
pemerintahan adalah untuk kepentingan umum. Filosofi ini merupakan
analogi dari salah satu kaidah fikih:
تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة
“Kebijakan pemerintah haruslah berorientasi kepada kemaslahatan publik.”
Estafet
Dengan demikian, sudah jelas bahwa rumusan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara-bangsa yang digagas oleh para pahlawan termasuk para ulama, merupakan manifestasi daripada ajaran Islam yang selayaknya harus diteruskan, dijaga, dan dipertahankan oleh generasi pengganti. Bukan malah mempersoalkan kedamaian dan pesaudaraan yang timbul karenanya. Bukankah kedamaian adalah kenikmatan yang sangat besar? Di mana kita dapat memenuhi apa yang kita butuhkan, beribadah, dan bersenda gurau dengan leluasa. Lihatlah negara-negara lain yang terus-menerus dilanda konflik berkepanjangan. Suara kicauan burung dan senda gurau, berganti dengan desingan tank dan peluru tembak. Tanah yang semula terhiasi rerumputan, tergantikan dengan simpahan darah. Dan seluruh penjuru negara menjadi sarang burung gagak kematian juga kehancuran.
Kendati demikian, sudah bukan saatnya mempersoalkan eksistensi negara. Maka tidaklah mengherankan jika Allah Swt. menyandingkan bunuh diri dengan pergi dari tanah air. Dalam firmannya:
ولو أن كتبنا عليهم أن اقتلوا أنفسكم أو اخرجوا من دياركم ما فعلوه إلا قليل منهم
“Dan sekalipun kami perintahkan kepada mereka “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampung halamanmu’ niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka.” (QS. An-Nisa: 66)
Syekh Wahbah Az-Zuhaili menafsiri ayat tersebut bahwa Allah Swt. menjadikan terusir dari tanah air, setara dengan bunuh diri. Maka siapapun tidak akan membiarkan sebutir tanah bangsanya direbut pihak lain (Tafsir al-Wasith). Diceritakan juga bahwa Nabi Muhammad Saw. ketika tiba di Madinah setelah berpergian, beliau menggerak-gerakkan untanya karena sangat bahagianya. Dalam menafsiri hadis tersebut, Imam an-Nawawi memaparkan perihal penanaman jiwa nasionalisme merupakan sebuah anjuran syara’ (Fath al-Bari).
Peran Santri
Lantas sebagai santri, kita sudah selayaknya memberikan sumbangsih kepada bangsa untuk selalu mengawal terjaganya NKRI. Seperti halnya yang telah dicontohkan oleh pembesar-pembesar kita yang senantiasa memberikan komitmennya untuk bangsa dalam merawat bingkai NKRI. Mengenai hal ini, bisa dilakukan dengan berbagai cara, sesuai dengan bidang dan kemampuan kita. Yang terpenting ihwal tersebut tidak sampai menimbulkan perpecahan dan kegaduhan.
Kita harus mengingatkan pada diri kita bahwa perdamaian di Indonesia merupakan harga hidup sekaligus sampai mati yang harus ditunaikan. Sayyidina Umar berkata:
لولا حب الوطن لخرب بلد السوء فبحب الأمطان عمرت البلدان
“Andai tanpa adanya cinta tanah air, niscaya akan tersungkur negeri yang terpuruk. Maka, dengan melalui cinta tanah airlah negara akan makmur.”
Mencari ilmu pengetahuan sebagaimana kiprah santri umumnya, juga merupakan sebagian bentuk sumbangsih santri untuk negeri. Karena jika seseorang tidak memiliki ilmu, ia tidak akan pernah ada harganya. Orang bodoh jelas tidak bisa membedakan mana yang bermanfaat dan yang merugikan terhadap bangsa. Maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa langkah pertama yang harus kita lakukan untuk menjaga bangsa adalah menuntut ilmu.
Kontribusi
Selain adanya tuntutan untuk fokus mengembangkan potensi diri, kita juga harus mulai berkontribusi dalam ruang dakwah yang bebas ini. Saat ini adalah era di mana dunia virtual lebih berpengaruh dari pada dunia nyata. Banyak sekali berita, tulisan, dan informasi yang implikasinya negatif. Sehingga berpotensi merongrong keharmonisan yang telah terajut rapi sekian lama. Diakui atau tidak, media dakwah yang seharusnya kita jadikan sebagai lahan dakwah, menyebarkan pesan-pesan perdamaian, kini lebih didominasi oleh ujaran-ujaran kebencian, dan pemikiran yang menepis jiwa nasionalisme. Bagaimana tidak? Karena bangsa kita adalah bangsa yang makmur sehingga banyak pihak luar yang menginginkan runtuhnya persatuan kita. Seperti kata pepatah “di mana ada gula, pasti di situ ada semut.” Kita sebagai santri harus bisa tampil menjadi oase penyejuk jiwa di tengah gurun hiruk pikuk ini.
Bekal
Ketika menimba ilmu di pesantren, kita sebenarnya memiliki bekal yang cukup untuk membumikan perdamaian dan keharmonisan dalam berbangsa dan bernegara. Karena kita terlahir dari kultur dinamis, tidak kaku. Jika apa yang telah kita ketahui di pesantren tidak kita kembangkan dengan menyebar luaskannya, lalu untuk apa kita mencari sesuatu yang belum kita tahu? Bukannya pesan positif yang kita sampaikan kemungkinan akan bisa menggugah hati yang keruh? Tentu bisa saja, Nabi bersabda:
بلغوا عني ولو آية
“Sampaikan (ilmu) dariku walau satu ayat.”
Analoginya, jika kita
telah menyampaikan pesan perdamaian semampu kita, berarti kita telah
mengamalkan perintah Nabi. Karena kedamaian dalam berbangsa dan
bernegara merupakan tuntunan syariat Islam.
Dalam menjaga dan mengawal keharmonisan NKRI, kita harus bisa mengerahkan jiwa dan raga secara totalitas:
من جد وجد
“Barang siapa bersungguh-sungguh, dia akan menemukan hasil kesungguhannya.”
Juga selalu mengedepankan kepentingan bangsa dari pada kepentingan kita
sendiri. Karena berhasil tidaknya suatu keinginan individual kita,
tergantung keadaan bangsa. Sebagaimana penggambaran di atas. Artinya
kemajuan atau kemunduran bangsa, merupakan tanggung jawab kita bersama.
Karena martabat kita sebagai pewaris bangsa.
Kunci Perdamaian
Sebenarnya santri adalah kunci perdamaian, persatuan, keharmonisan dan kesuksesan bangsa Indonesia. Karena santrilah yang lebih mengetahui letak di mana ridho Allah Swt. Sehingga Allah menjadikan bangsa Indonesia menjadi baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur (negara yang makmur dan mendapat ampunan Allah). Allah Swt. bersabda:
هل يستوي الذين يعلمون والذين لا يعلمون إنما يتذكّر أولوا الألباب
“Tidaklah sama orang-orang yang mengetahui dangan orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9)
Namun, kita masih tertinggal jauh dan belum bisa hadir secara maksimal sebagai penyeimbang. Oleh karena itu, mulai saat ini kita harus meneguhkan lebih giat kembali peran santri dalam menjaga keutuhan NKRI.
Penulis: Muhammad Habibullah Mahmud
Komentar
Posting Komentar